Berita  

Benarkah di bulan Rajab itu ada puasa khusus yang amalannya setara dengan ibadah 700 tahun? ini Kata Ustaz Syam Elmarusy

 

PAREPARE, KILAS KATA – 1 Rajab 1444 H bertepatan dengan hari Senin 23 Januari 2023. Benarkah di bulan Rajab itu ada puasa khusus yang amalannya setara dengan ibadah 700 tahun?

Ustaz Syam Elmarusy menegaskan jangan pernah puasa karena momen. Akan tetapi, sangat baik puasa karena Allah SWT.

Berikut penjelasan lengkap Ustaz Syam Elmarusy:

Alhamdulillah hari Senin, bulan haram jelas pahalanya luar biasa. Bulan haram itu maksudnya bulan-bulan mulia, Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan bulan Rajab.

Bulan haram itu memang Nabi Muhammad SAW, memperbanyak puasa, ibadah, dan memperbanyak amal saleh. Para sahabat mengikuti Baginda Nabi SAW, di antaranya Ibnu Umar Radhiyallahuanhu, itu disebutkan bahwasannya, ‘Engkau melarang ini, melarang ini, termasuk engkau melarang puasa di bulan Rajab.’ Kata Baginda Nabi SAW, ‘Tidak mungkin aku melarangnya.’ Baginda Nabi SAW mengerjakannya.

Akan tetapi, jikalau ditanyakan dalam dalil khusus puasa di bulan Rajab dalam kitab Nailul Authar disebutkan, ‘Memang tidak ada riwayat yang shahih menunjukkan kekhususan berpuasa di bulan Rajab. Akan tetapi meski tidak ada redaksi atau riwayat yang shahih disebutkan tetap disunahkan berpuasa sunah, apalagi senin, kamis, apalagi puasa ayyamul bidh.’

Namun yang disebutkan 700 tahun tadi riwayatnya dalam Ihya Ulumuddin Imam Al Ghazali menyebutkannya, ‘Siapa yang berpuasa tiga hari dalam bulan Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan bulan Rajab, itu disebutkan bahwasannya akan mendapatkan pahala 700 tahun.’

Kami tanpa bermaksud menggurui atau mengajari, kami mencuriga kenapa riwayat ini? Karena kalau 700 tahun berarti melebihi malam lailatul qadar, sedangkan satu hari yang paling mulia adalah malam lailatul qadar. Sedangkan lailatul qadar itu 1.000 bulan. Seribu bulan itu 83 tahun atau 84 tahun. Sedangkan 84 dikali 3 itu tidak sampai 700. Padahal malam paling mulia itu adalah malam lailatul qadar atau bulan Ramadhan.

Maka kami sedikit mencurigai hadis ini tidak langsung dari Baginda Nabi Muhammad SAW. Namun, tidak membatalkan kekhususan ataupun kemuliaan daripada bulan-bulan haram.

Jadi kalaupun teman-teman mendapatkan satu riwayat, amalan, kemudian ingin mengamalkannya, jangan puasanya puasa momen. Puasanya puasa karena Allah SWT. Jangan puasa momen, ‘Oh saya mau puasa karen bulan Rajab,’ jangan. Puasanya karena Allah SWT saja.

Kalau begitu, kalau dalilnya tidak kuat bagaimana? Tidak apa-apa laksanakan saja, tapi mengharapkannya, mengharapkan rida Allah SWT. Kalau memang yang disebutkan bahwasannya bid’ah, tidak semua bid’ah yang dilakukan itu, tidak semua amal yang kita lakukan itu, dan tidak dicontohkan Nabi Muhammad SAW itu bid’ah.

Awalnya ini kita harus tahu. Apa itu bid’ah? Bid’ah itu adalah sesuatu yang kita tambah-tambahkan dalam hal syariat. Kalau Imam Syafi’i mengatakan. ‘Tidak semua bid’ah dholalah ada juga bid’ah hasanah jikalau tidak menyangkut syariat.

Mana contohnya Ustaz kalau tidak dilakukan Nabi, tapi boleh dilakukan? Para sahabat lagi salat, Nabi membaca ‘Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiih….’ Tiba-tiba ada malaikat, 30 malaikat yang mencatat amal. Kata Baginda Nabi Muhammad SAW setelah salat langsung ditanya, ‘Siapa tadi saat itidal membaca doa yang berbeda dari yang aku ajarkan?’ Kata sahabat tidak ada yang berani angkat tangan. Lalu Nabi berkata, ‘Saya hanya bertanya karena tiba-tiba ada 30 malaikat mencatat redaksi tersebut.’ Itulah yang kita baca sampai sekarang, ‘Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi’ta min syain ba’du.’ Ternyata ini tidak diajarkan Nabi, tapi sahabat melakukannya. Nabi mengatakan kabarkan kepada mereka bahwa malaikat berebut mencatatnya.

Jadi kalaupun tidak ada riwayat yang jelas tentang 700 tahun tadi, tetap melaksanakan ibadah karena ibadah itu adalah yang utama di mata Allah SWT. Jadi puasanya jangan puasa momen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *